Entri Populer

Jumat, 22 Mei 2009

Tektonik Lempeng


Pergerakan Lempeng

Secara teori tektonik lempeng, pembentukan Kepulauan Indonesia dimulai sekitar 55 juta tahun yang lalu. Indonesia dibentuk oleh interaksi setidaknya tiga lempeng penyusun bumi; Lempeng Samudera India, Lempeng Laut Filipina, dan Lempeng Eurasia yang merupakan lempeng kontinen. Perbedaan antara lempeng yang disusun oleh lempeng samudera dan kontinen adalah lempeng samudera bersifat basah karena disusun oleh material yang kaya akan unsur Fe, Mg dan Ni, bersifat kaku dan brittle, mempunyai berat jenis yang tinggi, sementara lempeng kontinen merupakan lempeng benua yang secara kimia bersifat relatif asam dan mempunyai berat jenis lebih rendah dibandingkan lempeng samudera.

Lempeng-lempeng tadi bergerak satu sama lain di mana Lempeng Samudera India bergerak relatif ke arah utara dengan kecepatan 7 cm per tahun, Lempeng Laut Filipina bergerak ke arah barat daya dengan kecepatan 8 cm per tahun dan lempeng Eurasia yang cenderung stabil. Pergerakan lempeng-lempeng ini kemudian bertemu pada satu zona tumbukan yang disebut dengan zona subduksi.

Interaksi ketiga lempeng tadi mengakibatkan pengaruh pada hampir seluruh kepulauan yang ada di Indonesia, kecuali Kalimantan. Pengaruh dari pergerakan lempeng tadi ada yang langsung berupa pergerakan kerak bumi di batas pergerakan lempeng tadi, yang akan menimbulkan gempa bumi dan tsunami apabila pergerakannya terdapat di dasar laut, maupun tidak langsung. Gempa bumi dan tsunami yang terjadi setahun lalu di Aceh dan Sumatera Utara merupakan contoh nyata.

Gempa dan tsunami Aceh dihasilkan tunjaman Lempeng Samudera India ke bawah Lempeng Eurasia. Tunjaman tersebut menghasilkan getaran yang menimbulkan gempa bumi berkekuatan sekitar 8,9 skala richter. 
Pusat gempa tersebut terdapat di Samudera Hindia, tepatnya sekitar 200 km sebelah barat daya Pulau Sumatera. Getaran gempa yang sangat keras itu kemudian sampai ke permukaan laut dan menimbulkan gerakan osilasi pada air laut dengan kecepatan sekitar 700?800 km/jam (setara dengan kecepatan pesawat komersil), yang akhirnya sampai ke daerah Aceh dan Sumatera Utara dalam bentuk tsunami.

Selain itu pertemuan Lempeng Samudera India dengan Lempeng Eurasia juga menghasilkan lajur gunung api yang memanjang dari Sumatera sampai Nusa Tenggara dan membentuk sebuah rangkaian gunung api. Rangkaian gunung api ini dikenal dengan istilah busur vulkanik dan berhenti di Pulau Sumbawa, kemudian berbelok arah ke Laut Banda menuju arah utara ke daerah Maluku Utara, Sulawesi Utara dan terus ke Filipina. Busur gunung api ini sendiri ada yang masih aktif seperti Gunung Merapi, Gunung Krakatu di Selat Sunda, Gunung Galunggung dan Gunung Papandayan di Jawa Barat, Gunung Merapi di Jogjakarta, Gunung Agung di Bali, Gunung Rinjani dan Tambora di Nusa Tenggara, Gunung Gamalama dan Tidore di Maluku Utara, dan Gunung Klabat di Sulawesi Utara.

Pergerakan ketiga lempeng tadi juga dapat menimbulkan patahan atau sesar yaitu pergeseran antara dua blok batuan baik secara mendatar, ke atas maupun relatif ke bawah blok lainnya. Patahan atau sesar ini merupakan perpanjangan gaya yang ditimbulkan oleh gerakan-gerakan lempeng utama. Patahan atau sesar inilah yang akan menghasilkan gempa bumi di daratan dan tanah longsor. Akibatnya, bangunan yang ada di atas zona patahan ini sangat rentan mengalami runtuhan.

Patahan atau sesar-sesar ini akan mempengaruhi resistensi atau kekuatan pada batuan yang dilewatinya, menyebabkan batuan- batuan tadi menjadi rapuh dan mudah mengalami erosi. Apabila jenis batuan tersebut merupakan batuan yang porous( berongga), maka akan menimbulkan hal yang lebih fatal lagi. 
Curah hujan yang tinggi akan menyebabkan air hujan masuk ke dalam rongga batuan dan menyebabkan lama kelamaan batuan tersebut akan menjadi jenuh yang berujung pada terjadinya pergerakan massa batuan dalam bentuk blok besar yang menimbulkan tanah longsor, terutama daerah dengan kemiringan lereng yang curam.
Faktor manusia juga sangat mempengaruhi terjadinya tanah longsor ini, terutama yang disertai dengan bencana banjir bandang. 
Adanya penggundulan hutan terutama illegal logging dan pembukaan lahan yang tidak memperhatikan kaidah lingkungan, menjadi salah satu yang memicu terjadinya tanah longsor disertai dengan banjir bandang. Permukaan tanah yang telah gundul menyebabkan air hujan yang turun ke permukaan tanah tidak dapat diserap oleh tanah (tidak terjadi infiltrasi), akibatnya air tersebut akan mengalir di permukaan, dan membawa material di atas tanah tadi dalam bentuk sedimen. 
Sedimen tadi kemudian diangkut ke sungai dan dibawa ke hilir, yang menyebabkan pendangkalan dan kemudian terjadi banjir di hilir sungai, yang nota bene umumnya merupakan wilayah pemukiman.

Pengembangan wilayah yang juga tidak memperhatikan aspek lingkungan juga mempengaruhi volume dan frekuensi banjir. 
Manusia mendirikan pemukiman yang pada dasarnya merupakan dataran banjir, yaitu daerah yang akan tergenang oleh air sungai apabila terjadi banjir. Hal ini yang terjadi di Gunung Leuser (Aceh), Gunung Bawakaraeng dan di Desa Manipi (Sulawesi Selatan) , serta kejadian tanah longsor dan banjir bandang di Jember dan Banjarnegara yang baru-baru ini.

Sebenarnya sebelum bencana longsor dan banjir bandang di Jember dan Banjarnegara terjadi, Direktorat Vulkanologi dan Bencana Alam Geologi telah memberikan warning kepada pemerintah setempat bahwa daerahnya sangat rawan bencana longsor dan banjir bandang. Kedua daerah tersebut masuk dalam peta rawan bencana alam longsor yang dibuat pada tanggal 31 Oktober 2005. 
Di Pulau Jawa dan Madura sendiri telah dipetakan ada 23 titik bencana alam geologi yang tersebar, ada yang dalam kondisi sedang, rawan sampai sangat rawan.

Dari pemaparan di atas jelas tergambar bahwa kejadian bencana alam yang akhir-akhir ini menjadi sebuah fenomena, sangat erat hubungannya dengan proses pembentukan Kepulauan Indonesia secara geologi. Pelajaran berharga yang dapat kita ambil adalah bahwa kita tidak bisa lari dari kenyataan bahwa kita hidup di daerah yang rawan akan bencana alam, khususnya bencana alam geologi, yaitu gempa bumi, tsunami, tanah longsor, gunung api dan banjir. 
Olehnya itu, pemahaman tentang bagaimana sebenarnya kondisi Indonesia dalam perspektif kebencanaan harus disosialisasikan ke masyarakat mengingat ilmu kebumian utamanya ilmu geologi merupakan ilmu yang kurang diketahui oleh masyarakat luas. 
Kita harus tidak gengsi mencontoh Jepang yang juga secara geologi proses pembentukannya tidak jauh berbeda bahkan lebih kompleks lagi. Di negeri matahari terbit ini, pemahaman dini tentang bencana alam atau lebih dikenal dengan early warning system telah diterapkan dari bangku taman kanak-kanak. Pemerintah yang merupakan pengambil kebijakan harus lebih aware akan hal ini, sehingga korban bencana alam bisa ditekan dan diminimalkan, terutama korban jiwa.

Pengertian Tektonik Lempeng

Lempeng tektonik, proses gelologis yang bertanggung jawab untuk penciptaan benua, pegunungan dan lantai samudera bumi, mungkin adalah semacam on-off. Ilmuan telah menganggap bahwa pergeseran lempeng kerak telah melambat namun terus terjadi pada sebagian besar sejarah bumi, namun studi terbaru dari peneliti2 di Carnegie Institution menyarankan bahwa tektonik lempeng pernah berhenti paling tidak sekali dalam sejarah planet bumi dan dapat terjadi lagi.

Tektonik lempeng adalah suatu teori yang menerangkan proses dinamika bumi tentang pembentukan jalur pegunungan, jalur gunung api, jalur gempa bumi, dan cekungan endapan di muka bumi yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng.
Sebuah aspek kunci dari teori tektonik lempeng adalah bahwa skala waktu geologis lantai samudera adalah fitur transient, membuka dan menutup saat lempeng2 bergeser. Lantai samudera dikonsumsi oleh sebuah proses yang disebut subduksi, dimana lempeng tektonik menurun kedalam mantel bumi. Zona subduksi adalah lokasi dari palung samudera, aktivitas gempa bumi tinggi, dan sebagian besar gunung api utama dunia.

Saat sebuah lempeng samudera bertabrakan dengan lempeng samudera lain atau dengan sebuah lempeng yang membawa benua, satu lempeng akan melengkung dan bergeser dibawah yang lainnya. Proses ini disebut sibduksi. Saat lempeng tersubduksi tenggelam jauh kedalam mantel, ia menjadi begitu panas sehingga mencairkan batuan sekitar. Batuan cair naik lewat kerak dan keluar pada permukaan dari lempeng di atasnya.(Credit: Woods Hole Oceanographic Institution) sebagian besar zona subduksi saat ini berada di lantai samudera pasifik. Bila lantai pasifik sangat dekat, seperti diramalkan dalam 350 juta tahun saat Amerika yang bergerak ke barat bertabrakan dengan Eurasia, maka sebagian besar zona subduksi planet akan lenyap bersamanya.

Ini akan secara efektif menghentikan lempeng tektonik kecuali zona subduksi muncul, namun kemunculan subduksi masih belum dimengerti. “Tumbukan India dan Afrika dengan Eurasia antara 30 dan 50 juta tahun lalu menutup sebuah lantai samudera yang dikenal sebagai Tethys,” kata Silver. “Namun tidak ada zona subduksi muncul di selatan india atau afrika untuk mengkompensasi kehilangan subduksi oleh penutupan samudera ini.”

Bukti geokimia dari batuan beku purba menunjukkan bahwa sekitar satu miliar tahun lalu terdapat ketiadaan kegiatan volkanis yang secara normal terkait subduksi. Gagasan ini cocok dnegan bukti geologis lain untuk penutupan lantai samudera tipe pasifik saat itu, mengelas benua2 menjadi sebuah superbenua (dikenal oleh geolog sebagai Rodinia) dan mungkin menghentikan subduksi sementara waktu. Rodinia terpisah kemudian saat subduksi dan tektonik lempeng mulai kembali. Lempeng tektonik dikendalikan oleh aliran panas dari interior bumi, dan penghentian akan menurunkan tingkat pendinginan Bumi, seperti menutup panci air panas akan memperlambat pendinginan air di dalamnya. Dengan menutup secara periodik aliran panas, tektonik lempeng saling tindih dapat menjelaskan kenapa bumi telah kehilangan panas lebih sedikit daripada model saat ini ramalkan. Dan pembangunan panas dibawah lempeng2 yang stagnan dapat menjelaskan kemunculan batuan2 beku tertentu ditengah2 benua jauh dari lokasi normalnya di zona subduksi.

“Bila lempeng tektonik mulai dan berhenti, maka evolusi benua harus dilihat dalam sudut pandang baru, karena ia secara dramatis memperluas jangkauan skenario evolusioner yang mungkin.

Lempeng dan pergerakannya

Menurut teori ini kerakbumi (lithosfer) dapat diterangkan ibarat suatu rakit yang sangat kuat dan relatif dingin yang mengapung di atas mantel astenosfer yang liat dan sangat panas, atau bisa juga disamakan dengan pulau es yang mengapung di atas air laut. Ada dua kjenis kerak bumi yakni kerak samudera yang tersusun oleh batuan bersifat basa dan sangat basa, yang dijumpai di samudera sangat dalam, dan kerak benua tersusun oleh batuan asam dan lebih tebal dari kerak samudera. 
Kerakbumi menutupi seluruh permukaan bumi, namun akibat adanya aliran panas yang mengalir di dalam astenofer menyebabkan kerakbumi ini pecah menjadi beberapa bagian yang lebih kecil yang disebut lempeng kerakbumi. Dengan demikian lempeng dapat terdiri dari kerak benua, kerak samudera atau keduanya. Arus konvensi tersebut merupakan sumber kekuatan utama yang menyebabkan terjadinya pergerakan lempeng.

Akibat Pergerakan Lempeng
Pergerakan lempeng kerakbumi ada 3 macam yaitu pergerakan yang saling mendekati, saling menjauh dan saling berpapasan.

Pergerakan lempeng saling mendekati akan menyebabkan tumbukan dimana salah satu dari lempeng akan menunjam ke bawah yang lain. Daerah penunjaman membentuk suatu palung yang dalam, yang biasanya merupakan jalur gempa bumi yang kuat. Dibelakang jalur penunjaman akan terbentuk rangkaian kegiatan magmatik dan gunungapi serta berbagai cekungan pengendapan. Salah satu contohnya terjadi di Indonesia, pertemuan antara lempeng Ind0-Australia dan Lempeng Eurasia menghasilkan jalur penunjaman di selatan Pulau Jawa dan jalur gunungapi Sumatera, Jawa dan Nusatenggara dan berbagai cekungan seperti Cekungan Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan Cekungan Jawa Utara.

Pergerakan lempeng saling menjauh akan menyebabkan penipisan dan peregangan kerakbumi dan akhirnya terjadi pengeluaran material baru dari mantel membentuk jalur magmatik atau gunungapi. Contoh pembentukan gunungapi di Pematang Tengah Samudera di Lautan Pasific dan Benua Afrika.
Pergerakan saling berpapasan dicirikan oleh adanya sesar mendatar yang besar seperti misalnya Sesar Besar San Andreas di Amerika.

Kegiatan Tektonik
Pergerakan lempeng kerakbumi yang saling bertumbukan akan membentuk zona sudaksi dan menimbulkan gaya yang bekerja baik horizontal maupun vertikal, yang akan membentuk pegunungan lipatan, jalur gunungapi/magmatik, persesaran batuan, dan jalur gempabumi serta terbentuknya wilayah tektonik tertentu. Selain itu terbentuk juga berbagai jenis cekungan pengendapan batuan sedimen seperti palung (parit), cekungan busurmuka, cekungan antar gunung dan cekungan busur belakang. Pada jalur gunungapi/magmatik biasanya akan terbentuk zona mineralisasi emas, perak dan tembaga, sedangkan pada jalur penunjaman akan ditemukan mineral kromit. Setiap wilayah tektonik memiliki ciri atau indikasi tertentu, baik batuan, mineralisasi, struktur maupun kegempaanya.

Perkembangan Tatanan Tektonik Indonesia
Pada 50 juta tahun yang lalu (Awal Eosen), setelah benua kecil India bertubrukan dengan Himalaya, ujung tenggara benua Eurasia tersesarkan lebih jauh ke arah tenggara dan membentuk kawasan Indonesia bagian barat.
Saat itu kawasan Indonesia bagian timur masih berupa laut (laut Filipina dan Samudra Pasifik). Lajur penunjaman yang bergiat sejak akhir Mesozoikum di sebelah barat Sumatera, menyambung ke selatan Jawa dan melingkar ke tenggara - timur Kalimantan - Sulawesi Barat, mulai melemah pada Paleosen dan berhenti pada kala Eosen.
Pada 45 juta tahun lalu. Lengan Utara Sulawesi terbentuk bersamaan dengan jalur Ofiolit Jamboles. Sedangkan jalur Ofiolit Sulawesi Timur masih berada di belahan selatan bumi. 
Pada 20 jutatahun lalu benua-benua mikro bertubrukan dengan jalur Ofiloit Sulawesi Timur, dan Laut Maluku terbentuk sebagai bagian dari Lut pilipina. Laut Cina Selatan mulai membuka dan jalur tunjaman di utara Serawak - Sabah mulai aktif.pada 10 juta tahun lalu, benua mikro Tukang Besi - Buton bertubrukan dengan jalur Ofiolit di Sulawesi Tenggara, tunjaman ganda terjadi di kawasan Laut Maluku, dan Laut Serawak terbentuk di Utara Kalimantan. pada 5 juta tahun lalu, benua mikro Banggai-Sula bertubrukan dengan jalur ofiolit Sulawesi Timur, dan mulai aktif tunjangan miring di utara Irian Jaya-Papua Nugini.

Teori Tektonik Lempeng sebagai berikut :

1. Penyebab dari pergerakan benua-benua dimulai oleh adanya arus konveksi (convection current) dari mantle (lapisan di bawah kulit bumi yang berupa lelehan). 

Arah arus ini tidak teratur, bisa dibayangkan seperti pergerakan udara/awan atau pergerakan dari air yang direbus. Terjadinya arus konveksi terutama disebabkan oleh aktivitas radioaktif yang menimbulkan panas.

2. Dalam kondisi tertentu dua arah arus yang saling bertemu bisa menghasilkan arus interferensi yang arahnya ke atas. 

Arus interferensi ini akan menembus kulit bumi yang berada di atasnya. Magma yang menembus ke atas karena adanya arus konveksi ini akan membentuk gugusan pegunungan yang sangat panjang dan bercabang-cabang di bawah permukaan laut yang dapat diikuti sepanjang samudera-samudera yang saling berhubungan di muka bumi. 
Lajur pegunungan yang berbentuk linear ini disebut dengan MOR (Mid Oceanic Ridge atau Pematang Tengah Samudera) dan merupakan tempat keluarnya material dari mantle ke dasar samudera. 
MOR mempunyai ketinggian melebihi 3000 m dari dasar laut dan lebarnya lebih dari 2000 km, atau melebihi ukuran Pegunungan Alpen dan Himalaya yang letaknya di daerah benua. MOR Atlantik (misalnya) membentang dengan arah utara-selatan dari lautan Arktik melalui poros tengah samudera Atlantik ke sebelah barat Benua Afrika dan melingkari benua itu di selatannya menerus ke arah timur ke Samudera Hindia lalu di selatan Benua Australia dan sampai di Samudera Pasifik. Jadi keberadaan MOR mengelilingi seluruh dunia.

3. Kerak (kulit) samudera yang baru, terbentuk di pematang-pematang ini karena aliran material dari mantle. 

Batuan dasar samudera yang baru terbentuk itu lalu menyebar ke arah kedua sisi dari MOR karena desakan dari magma mantle yang terus-menerus dan juga tarikan dari gaya gesek arus mantle yang horisontal terhadap material di atasnya. Lambat laun kerak samudera yang terbentuk di pematang itu akan bergerak terus menjauh dari daerah poros pematang dan ‘mengarungi’ samudera. Gejala ini disebut dengan Pemekaran Lantai Samudera (Sea Floor Spreading).

4. Keberadaan busur kepulauan dan juga busur gunung api serta palung Samudera yang memanjang di tepi-tepi benua merupakan fenomena yang dapat dijelaskan oleh Teori Tektonik Lempeng yaitu dengan adanya proses penunjaman (subduksi). 

Oleh karena peristiwa Sea Floor Spreading maka suatu saat kerak samudera akan bertemu dengan kerak benua sehingga kerak samudera yang mempunyai densitas lebih besar akan menunjam ke arah bawah kerak benua. Dengan adanya zona penunjaman ini, maka akan terbentuk palung pada sepanjang tepi paparan, dan juga akan terbentuk kepulauan sepanjang paparan benua oleh karena proses pengangkatan. 
Kerak samudera yang menunjam ke bawah ini akan kembali ke mantle atau jika bertemu dengan batuan benua yang mempunyai densitas sama atau lebih besar maka akan terjadi mixing antara material kerak samudera dengan benua membentuk larutan silikat pijar atau magma. (Proses mixing terjadi pada kerak benua sampai 30 km di bawah permukaan bumi). Karena sea floor spreading terus berlangsung maka jumlah magma hasil mixing yang terbentuk akan semakin besar sehingga akan menerobos batuan-batuan di atasnya sampai akhirnya muncul ke permukaan bumi membentuk deretan gunung api.

Pergerakan Lempeng (Plate Movement)

Berdasarkan arah pergerakannya, perbatasan antara lempeng tektonik yang satu dengan lainnya (plate boundaries) terbagi dalam 3 jenis, yaitu divergen, konvergen, dan transform. Selain itu ada jenis lain yang cukup kompleks namun jarang, yaitu pertemuan simpang tiga (triple junction) dimana tiga lempeng kerak bertemu.

1. Batas Divergen

Terjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak saling memberai (break apart). Ketika sebuah lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer menipis dan terbelah, membentuk batas divergen.
Pada lempeng samudra, proses ini menyebabkan pemekaran dasar laut (seafloor spreading). Sedangkan pada lempeng benua, proses ini menyebabkan terbentuknya lembah retakan (rift valley) akibat adanya celah antara kedua lempeng yang saling menjauh tersebut.
Pematang Tengah-Atlantik (Mid-Atlantic Ridge) adalah salah satu contoh divergensi yang paling terkenal, membujur dari utara ke selatan di sepanjang Samudra Atlantik, membatasi Benua Eropa dan Afrika dengan Benua Amerika.


2. Batas Konvergen

Terjadi apabila dua lempeng tektonik tertelan (consumed) ke arah kerak bumi, yang mengakibatkan keduanya bergerak saling menumpu satu sama lain (one slip beneath another).
Wilayah dimana suatu lempeng samudra terdorong ke bawah lempeng benua atau lempeng samudra lain disebut dengan zona tunjaman (subduction zones). Di zona tunjaman inilah sering terjadi gempa. Pematang gunung-api (volcanic ridges) dan parit samudra (oceanic trenches) juga terbentuk di wilayah ini.

3. Batas Transform

Terjadi bila dua lempeng tektonik bergerak saling menggelangsar (slide each other), yaitu bergerak sejajar namun berlawanan arah. Keduanya tidak saling memberai maupun saling menumpu. Batas transform ini juga dikenal sebagai sesar ubahan-bentuk (transform fault).
Batas transform umumnya berada di dasar laut, namun ada juga yang berada di daratan, salah satunya adalah Sesar San Andreas (San Andreas Fault) di California, USA. Sesar ini merupakan pertemuan antara Lempeng Amerika Utara yang bergerak ke arah tenggara, dengan Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah barat laut.
Sumber: The Dynamic Earth, USGS

Batas Konvergen
Batas konvergen ada 3 macam, yaitu : 

1) antara lempeng benua dengan lempeng samudra,
2) antara dua lempeng samudra,
3) antara dua lempeng benua.

Konvergen lempeng benua—samudra (Oceanic—Continental)

Ketika suatu lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng benua, lempeng ini masuk ke lapisan astenosfer yang suhunya lebih tinggi, kemudian meleleh. Pada lapisan litosfer tepat di atasnya, terbentuklah deretan gunung berapi (volcanic mountain range). Sementara di dasar laut tepat di bagian terjadi penunjaman, terbentuklah parit samudra (oceanic trench).
Pegunungan Andes di Amerika Selatan adalah salah satu pegunungan yang terbentuk dari proses ini. Pegunungan ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng Nazka dan Lempeng Amerika Selatan.

Konvergen lempeng samudra—samudra (Oceanic—Oceanic)

Salah satu lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng samudra lainnya, menyebabkan terbentuknya parit di dasar laut, dan deretan gunung berapi yang pararel terhadap parit tersebut, juga di dasar laut. Puncak sebagian gunung berapi ini ada yang timbul sampai ke permukaan, membentuk gugusan pulau vulkanik (volcanic island chain).
Pulau Aleutian di Alaska adalah salah satu contoh pulau vulkanik dari proses ini. Pulau ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Amerika Utara.

Konvergen lempeng benua—benua (Continental—Continental)

Salah satu lempeng benua menunjam ke bawah lempeng benua lainnya. Karena keduanya adalah lempeng benua, materialnya tidak terlalu padat dan tidak cukup berat untuk tenggelam masuk ke astenosfer dan meleleh. Wilayah di bagian yang bertumbukan mengeras dan menebal, membentuk deretan pegunungan non vulkanik (mountain range).
Pegunungan Himalaya dan Plato Tibet adalah salah satu contoh pegunungan yang terbentuk dari proses ini. Pegunungan ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng India dan Lempeng Eurasia.

Struktur Bumi


Secara keseluruhan, bumi terbagi menjadi empat aspek yaitu; atmosphere (udara), hydrosphere (air), lithosphere (batuan solid) dan biosphere (kehidupan organik).
Disini saya hanya akan menjabarkan sedikit tentang lithosphere saja, karena berhubungan dengan batuan.
Lithosphere adalah akumulasi masa dari batuan-batuan padat yang membentuk selubung yang mengelilingi bagian cair bumi yang panas (magma). Lithosphere terdiri dari komponen primer seperti;
1. Minerals, segala bentuk komponen kimia yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia. Seperti silika (SIO2) atau kalsium karbonat (CaCO3).
2. Batuan, secara alami terbentuk, materi mineral terkonsolidasi dan terkompaksi.Batuan bisa terdiri dari hanya satu macam mineral saja (Contohnya; Salt) atau terdiri dari berbagai mineral (Contohnya; sandstone).
3. Fluida, komponen paling banyak adalah air (lebih dari 90%), gas dan hydrocarbon.
Ketebalan lithosphere bervariasi, dari sekitar 65 km sampai 100 km, dan terdiri dari batuan silika-magnesium (SIMA) dan silik-aluminium (SIAL). Lithosphere mempunyai nilai Specific Gravity (SG) 2.7 sampai 3.
Crust adalah bagian paling atas dari lithosphere dan membentuk lempeng benua dan lempeng samudera. Fluida seperti air, minyak dan gas berada pada lempeng-lempeng ini. Ketebalan crust bervariasi mulai dari 5 km sampai 60 km. Terdiri dari batuan dan mineral berbagai tipe. Klasifikasi dasar dari batuan berdasarkan asal usul terbentuknya terdiri dari tiga macam batuan, yaitu;
1. Igneous Rock (Batuan Beku), terkristalisasi dari bekuan magma.
2. Sedimentary (Batuan Sediment), endapan dari hasil pengikisan batuan permukaan.
3. Metamorphic (Batuan Ubahan), hasil dari alterasi batuan dan mineral lain.
Crust, selagi dalam bentuk solidnya bersifat mobile dan mengapung diatas cairan magma. Menurut teori tektonik lempeng, terjadi arus konveksi dibawah lapisan crust ini memaksa magma (batuan panas/cair, yang bergerak plastis) untuk bergerak keatas. Pada titik-titik tertentu (biasanya pada mid-ocean) magma membentuk celah/palung dan menerobos ke permukaan. Hal ini akan menyebabkan lempeng saling bergerak menjauh atau saling bertabrakan secara gradual. Jika pergerakan ini terjadi dengan tiba-tiba, terjadilah gempa.

Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa pergerakan konveksi dari magma menyebabkan terjadinya mid-ocean ridge pada lempeng samudra dan rift valley pada lempeng benua. Kedua lempeng ini bergerak saling mendekat dan bertubrukan (subduction zone). Karena massa dari lempeng samudra lebih kecil dari massa lempeng benua, pada subduction zone ini lempeng samudra akan menyusup kebawah dan meleleh (melting). Siklus ini akan terus berulang.


lithosphere penelitian semakin sulit dilakukan. Lapisan ini dikenal juga sebagai lapisan Pyrosphere, ketebalannya diperkirakan 2900 km. Terdiri dari besi dan mineral SIMA. Density sekitar 3.5 SG, dan suhu rata-rata sekitar 2000 deg Celcius. Tekanan dari lapisan diatasnya membuat lapisan ini selalu dalam kondisi solid, tapi tetap bisa melelehkan batuan. Lapisan mantle paling luar sekitar 200 km dinamai dengan asthenosphere. Pada lapisan ini tekanan dan suhu berada pada kondisi berimbang sehingga lapisan ini bersifat plastis. Asthenosphere merupakan sumber dari aktivitas volkanik dan seismik (gempa).
Core, inti bumi berukuran diameter 7000 km dan terdiri dari besi dan nikel. Lapisan paling luar (tebal 2200 km) merupakan liquid atau cairan. Lapisan terdalam bersifat solid atau padat, dengan density sekitar 10.5 SG dan suhunya lebih dari 5000 deg celcius. Menurut teori, perputaran bumi pada porosnya (rotasi) menyebabkan terjadinya arus sirkulasi pada bagian cair inti bumi. Sirkulasi ini merupakan sumber dari medan magnet yang menyelimuti bumi.
General Data
Average Density sekitar 5.5 SG
Suhu bumi meningkat seiring dengan kedalaman bumi, rata-rata 1 deg celcius per 30 m pada batuan sedimen. Ini disebut sebagai Geothermal Gradient. Pada daerah vulkanik gradiennya sekitar 1 deg celcius per 10 m. Pada daerah granite tua (basement rock) gradiennya sekitar 1 deg celcius per 80 m.
Perkiraan usia bumi sekitar 4.600.000.000 tahun (menggunakan metoda dating radioaktif).

Batuan Dan Mineral


Batuan adalah sekumpulan mineral-mineral yang menjadi satu. Bisa terdiri dari satu atau lebih mineral. Lapisan lithosphere di bumi terdiri dari batuan. Sedangkan mineral adalah substansi yang terbentuk karena kristalisasi dari proses geologi, yang memiliki komposisi fisik dan kimia.

Batuan diklasifikasikan berdasarkan mineral dan komposisi kimia, dengan tekstur partikelnya dan dengan proses terbentuknya. Maka batuan diklasifikasikan menjadi Igneous, Sedimentary dan Metamorphic. Ketiga jenis batuan ini pada proses pembentukannya saling melengkapi dan berupa siklus. Lihat gambar siklus pembentukan batuan.
1. Igneous Rock (Batuan Beku), terbentuk oleh pembekuan magma dan dibagi menjadi batuan plutonic dan batuan volcanic. Plutonik atau intrusive terbentuk ketika magma mendingin dan terkristalisasi perlahan didalam crust (contohnya granite). Sedangkan volcanic atau extrusive membeku dan terbentuk pada saat magma keluar kepermukaan sebagai lava atau fragment bekuan (contohnya batu apung dan basalt).
2. Sedimentary Rock (Batuan Sedimen), terbentuk karena endapan dari hasil erosi material-material batuan, organic, kimia dan terkompaksi serta tersementasi. Batuan ini terbentuk di permukaan bumi yang terdiri dari; 65% Mudrock (mudstone, shale dan siltstone); 20%-25% Sandstone dan 10%-15% Carbonate Rock (limestone dan dolostone).
3. Metamorphic Rock (Batuan Metamorf), terbentuk hasil ubahan/alterasi dari mineral dan batuan lain karena pengaruh tekanan dan temperatur. Tekanan dan temperatur yang mempengaruhi pembentukan batuan ini sangat tinggi dari pada pembentukan batuan beku dan sedimen sehingga mengubah mineral asal menjadi mineral lain.
Sedangkan Mineral diklasifikasikan berdasarkan sifat fisik dan komposisi kimia. Sifat fisik mineral antara lain berdasarkan:
1. Struktur kristal, diamati melalui mikroskop.
2. Kekerasan (Hardness), diukur berdasarkan Mohs scale (1-10) ;
- Talc Mg3Si4O10(OH)2
- Gypsum CaSO4•2H2O
- Calcite CaCO3
- Fluorite CaF2
- Apatite Ca5(PO4)3(OH,Cl,F)
- Orthoclase KAlSi3O8
- Quartz SiO2
- Topaz Al2SiO4(OH,F)2
- Corundum Al2O3
- Diamond C (pure carbon)
3. Kilap (Luster), diukur dari interaksi terhadap cahaya.
4. Warna (Colour), tampak oleh mata.
5. Streak
6. Cleavage
7. Fracture
8. Specific gravity
9. Lain-lain (Fluorescence, Magnetism, Radioaktivity, dll).



Mineral diklasifikasikan berdasarkan komposisi kima dengan grup anion. Berikut klasifikasinya menurut Dana :
1. Silicate Class, merupakan grup terbesar. silicates (sebagian besar batuan adalah >95% silicates), yang terdiri dari silicon dan oxygen, dan dengan ion tambahan seperti aluminium, magnesium, iron, dan calcium. Contoh lain seperti feldspars, quartz, olivines, pyroxenes, amphiboles, garnets, dan micas.
2. Carbonate Class, merupakan mineral yang terdiri dari anion (CO3)2- dan termasuk calcite dan aragonite (keduanya merupakan calcium carbonate), dolomite (magnesium/calcium carbonate) dan siderite (iron carbonate). Carbonate terbentuk pada lingkungan laut oleh endapan bangkai plankton. Carbonate juga terbentuk pada daerah evaporitic dan pada daerah karst yang membentuk gua/caves, stalactites dan stalagmites.Carbonate class juga termasuk mineral-mineral nitrate dan borate.
3. Sulfate Class, Sulfates terdiri dari anion sulfate, SO42-. Biasanya terbentuk di daerah evaporitic yang tinggi kadar airnya perlahan-lahan menguap sehingga formasi sulfate dan halides berinteraksi. Contoh sulfate; anhydrite (calcium sulfate), celestine (strontium sulfate), barite (barium sulfate), dan gypsum (hydrated calcium sulfate). Juga termasuk chromate, molybdate, selenate, sulfite, tellurate, dan mineral tungstate.
4. Halide Class, halides adalah grup mineral yang membentuk garam alami (salts) dan termasuk fluorite (calcium fluoride), halite (sodium chloride), sylvite (potassium chloride), dan sal ammoniac (ammonium chloride). Halides, seperti halnya sulfates, ditemukan juga di daerah evaporitic settings seperti playa lakes dan landlocked seas seperti Dead Sea dan Great Salt Lake. The halide class termasuk juga fluoride, chloride, dan mineral-mineral iodide.
5. Oxide Class, Oxides sangatlah penting dalam dunia pertambangan karena bijih (ores) terbentuk dari mineral-mineral dari kelas oxide. Kelas mineral ini juga mempengaruhi perubahan Kutub Magnetic Bumi. Biasanya terbentuk dekat dengan permukaan bumi, teroksidasi dari hasil pelapukan mineral lain dan sebagai mineral asesori pada batuan beku crust dan mantle. Contoh mineral Oxides; hematite (iron oxide), magnetite (iron oxide), chromite (iron chromium oxide), spinel (magnesium aluminium oxide – mineral pembentuk mantle), ilmenite (iron titanium oxide), rutile (titanium dioxide), dan ice (hydrogen oxide). Juga termasuk mineral-mineral hydroxide.
6. Sulfide Class, hampir serupa dengan Kelas Oxide, pembentuk bijih (ores). Contohnya termasuk pyrite (terkenal dengan sebutan emas palsu ‘fools’ gold), chalcopyrite (copper iron sulfide), pentlandite (nickel iron sulfide), dan galena (lead sulfide). Termasuk juga selenides, tellurides, arsenides, antimonides, bismuthinides, dan sulfosalts.
7. Phosphate Class, termasuk mineral dengan tetrahedral unit AO4, A dapat berupa phosphorus, antimony, arsenic atau vanadium. Phospate yang umum adalah apatite yang merupakan mineral biologis yang ditemukan dalam gigi dan tulang hewan. Termasuk juga mineral arsenate, vanadate, dan mineral-mineral antimonate.
8. Element Class, terdiri dari metal dan element intermetalic (emas, perak dan tembaga), semi-metal dan non-metal (antimony, bismuth, graphite, sulfur). Grup ini juga termasuk natural alloys, seperti electrum, phosphides, silicides, nitrides dan carbides.
9. Organic Class, terdiri dari substansi biogenic; oxalates, mellitates, citrates, cyanates, acetates, formates, hydrocarbons and other miscellaneous species. Contoh lain juga; whewellite, moolooite, mellite, fichtelite, carpathite, evenkite and abelsonite

Kamis, 14 Mei 2009

Geolistrik

Penggunaan geolistrik pertama kali dilakukan oleh Conrad Schlumberger pada tahun 1912. Geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika untuk mengetahui perubahan tahanan jenis lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara mengalirkan arus listrik DC (’Direct Current’) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah ‘Elektroda Arus’ A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan lebih dalam.

Dengan adanya aliran arus listrik tersebut maka akan menimbulkan tegangan listrik di dalam tanah. Tegangan listrik yang terjadi di permukaan tanah diukur dengan menggunakan multimeter yang terhubung melalui 2 buah ‘Elektroda Tegangan’ M dan N yang jaraknya lebih pendek dari pada jarak elektroda AB. Bila posisi jarak elektroda AB diubah menjadi lebih besar maka tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang ikut terinjeksi arus listrik pada kedalaman yang lebih besar.

Dengan asumsi bahwa kedalaman lapisan batuan yang bisa ditembus oleh arus listrik ini sama dengan separuh dari jarak AB yang biasa disebut AB/2 (bila digunakan arus listrik DC murni), maka diperkirakan pengaruh dari injeksi aliran arus listrik ini berbentuk setengah bola dengan jari-jari AB/2.

Umumnya metoda geolistrik yang sering digunakan adalah yang menggunakan 4 buah elektroda yang terletak dalam satu garis lurus serta simetris terhadap titik tengah, yaitu 2 buah elektroda arus (AB) di bagian luar dan 2 buah elektroda tegangan (MN) di bagian dalam.

Kombinasi dari jarak AB/2, jarak MN/2, besarnya arus listrik yang dialirkan serta tegangan listrik yang terjadi akan didapat suatu harga tahanan jenis semu (’Apparent Resistivity’). Disebut tahanan jenis semu karena tahanan jenis yang terhitung tersebut merupakan gabungan dari banyak lapisan batuan di bawah permukaan yang dilalui arus listrik.

Bila satu set hasil pengukuran tahanan jenis semu dari jarak AB terpendek sampai yang terpanjang tersebut digambarkan pada grafik logaritma ganda dengan jarak AB/2 sebagai sumbu-X dan tahanan jenis semu sebagai sumbu Y, maka akan didapat suatu bentuk kurva data geolistrik. Dari kurva data tersebut bisa dihitung dan diduga sifat lapisan batuan di bawah permukaan.

Kegunaan

Mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan sampai kedalaman sekitar 300 m sangat berguna untuk mengetahui kemungkinan adanya lapisan akifer yaitu lapisan batuan yang merupakan lapisan pembawa air. Umumnya yang dicari adalah ‘confined aquifer’ yaitu lapisan akifer yang diapit oleh lapisan batuan kedap air (misalnya lapisan lempung) pada bagian bawah dan bagian atas. ‘Confined’ akifer ini mempunyai ‘recharge’ yang relatif jauh, sehingga ketersediaan air tanah di bawah titik bor tidak terpengaruh oleh perubahan cuaca setempat.

Geolistrik ini bisa untuk mendeteksi adanya lapisan tambang yang mempunyai kontras resistivitas dengan lapisan batuan pada bagian atas dan bawahnya. Bisa juga untuk mengetahui perkiraan kedalaman ‘bedrock’ untuk fondasi bangunan.

Metoda geolistrik juga bisa untuk menduga adanya panas bumi (geotermal) di bawah permukaan. Hanya saja metoda ini merupakan salah satu metoda bantu dari metoda geofisika yang lain untuk mengetahui secara pasti keberadaan sumber panas bumi di bawah permukaan.

Keunggulan

Keunggulan metoda geolistrik untuk mendeteksi perlapisan batuan sampai kedalaman sekitar 500 m.

Item

Keunggulan

Harga peralatan

Relatif murah

Biaya survei

Relatif murah

Waktu yang dibutuhkan

Relatif sangat cepat, bisa mencapai 4 titik pengukuran atau lebih per hari

Beban pekerjaan

Peralatan yang kecil dan ringan sehingga mudah untuk mobilisasi

Kebutuhan personal

Sekitar 5 orang, terutama untuk konfigurasi Schlumberger

Analisa data

Secara global bisa langsung diprediksi saat di lapangan

Konfigurasi

Metoda geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke 4 buah elektrodanya terletak dalam satu garis lurus dengan posisi elektroda AB dan MN yang simetris terhadap titik pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi Wenner dan Schlumberger. Setiap konfigurasi mempunyai metoda perhitungan tersendiri untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan. Metoda geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metoda favorit yang banyak digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan dengan biaya survei yang relatif murah.

Umumnya lapisan batuan tidak mempunyai sifat homogen sempurna, seperti yang dipersyaratkan pada pengukuran geolistrik. Untuk posisi lapisan batuan yang terletak dekat dengan permukaan tanah akan sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran tegangan dan ini akan membuat data geolistrik menjadi menyimpang dari nilai sebenarnya. Yang dapat mempengaruhi homogenitas lapisan batuan adalah fragmen batuan lain yang menyisip pada lapisan, faktor ketidak-seragaman dari pelapukan batuan induk, material yang terkandung pada jalan, genangan air setempat, perpipaan dari bahan logam yang bisa menghantar arus listrik, pagar kawat yang terhubung ke tanah dsbnya.

‘Spontaneous Potential’ yaitu tegangan listrik alami yang umumnya terdapat pada lapisan batuan disebabkan oleh adanya larutan penghantar yang secara kimiawi menimbulkan perbedaan tegangan pada mineral-mineral dari lapisan batuan yang berbeda juga akan menyebabkan ketidak-homogenan lapisan batuan. Perbedaan tegangan listrik ini umumnya relatif kecil, tetapi bila digunakan konfigurasi Schlumberger dengan jarak elektroda AB yang panjang dan jarak MN yang relatif pendek, maka ada kemungkinan tegangan listrik alami tersebut ikut menyumbang pada hasil pengukuran tegangan listrik pada elektroda MN, sehingga data yang terukur menjadi kurang benar.

Untuk mengatasi adanya tegangan listrik alami ini hendaknya sebelum dilakukan pengaliran arus listrik, multimeter diset pada tegangan listrik alami tersebut dan kedudukan awal dari multimeter dibuat menjadi nol. Dengan demikian alat ukur multimeter akan menunjukkan tegangan listrik yang benar-benar diakibatkan oleh pengiriman arus pada elektroda AB. Multimeter yang mempunyai fasilitas seperti ini hanya terdapat pada multimeter dengan akurasi tinggi.

a. Konfigurasi Dipole

Konfigurasi Dipole pada prinsipnya menggunakan 4 buah elektroda yaitu pasangan elektroda arus (AB) yang disebut ‘Current Dipole’ dan pasangan elektroda potensial (MN) yang disebut ‘Potential Dipole’. Pada konfigurasi Dipole elektroda arus dan elektroda potensial bisa terletak tidak segaris dan tidak simetris.

Beberapa macam konfigurasi Dipole

Untuk menambah kedalaman penetrasi maka jarak antara ‘Current Dipole’ dan ‘Potential Dipole’ diperpanjang, sedangkan jarak elektroda arus dan jarak elektroda tegangan tetap. Dan ini merupakan keunggulan konfigurasi Dipole dibandingkan konfigurasi Schlumberger maupun Wenner, karena tanpa memperpanjang kabel bisa mendeteksi batuan yang lebih dalam. Dalam hal ini diperlukan alat pengukur tegangan yang ‘high impedance’ dan ‘high accuracy’.

Ada alat geolistrik merek tertentu yang bisa menggunakan multi ‘potensial elektrode’ untuk satu bentangan elektroda arus. Dan hasil bisa langsung tergambar pada layar monitor. Dalam hal ini yang tergambar adalah ‘apparent resistivity’ bukan ‘true resistivity’ serta mengabaikan persyaratan pengukuran geolistrik yaitu homogenitas batuan, karena dalam konfigurasi Dipole tidak ada fasilitas untuk membuat batuan tidak homogen menjadi seakan-akan homogen. Sedangkan pada konfigurasi Schlumberger bisa dibuat data yang diperoleh dari batuan yang tidak homogen menjadi seakan-akan homogen.

b. Konfigurasi Wenner

Konfigurasi Wenner dikembangkan oleh Wenner di Amerika yang ke-empat buah elektroda-nya terletak dalam satu garis dan simetris terhadap titik tengah. Jarak MN pada konfigurasi Wenner selalu sepertiga (1/3) dari jarak AB. Bila jarak AB diperlebar, maka jarak MN juga harus diubah sehingga jarak MN tetap sepertiga jarak AB.

Keunggulan dari konfigurasi Wenner ini adalah ketelitian pembacaan tegangan pada elektroda MN lebih baik dengan angka yang relatif besar karena elektroda MN yang relatif dekat dengan elektroda AB. Disini bisa digunakan alat ukur multimeter dengan impedansi yang relatif lebih kecil.

Pada konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil-kecilnya, sehingga jarak MN secara teoritis tidak berubah. Tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak MN hendaknya dirubah. Perubahan jarak MN hendaknya tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB.

Konfigurasi Schlumberger

Sedangkan kelemahannya adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas batuan di dekat permukaan yang bisa berpengaruh terhadap hasil perhitungan. Data yang didapat dari cara konfigurasi Wenner, sangat sulit untuk menghilangkan faktor non homogenitas batuan, sehingga hasil perhitungan menjadi kurang akurat.

Kelemahan dari konfigurasi Schlumberger ini adalah pembacaan tegangan pada elektroda MN adalah lebih kecil terutama ketika jarak AB yang relatif jauh, sehingga diperlukan alat ukur multimeter yang mempunyai karakteristik ‘high impedance’ dengan akurasi tinggi yaitu yang bisa mendisplay tegangan minimal 4 digit atau 2 digit di belakang koma. Atau dengan cara lain diperlukan peralatan pengirim arus yang mempunyai tegangan listrik DC yang sangat tinggi.

Sedangkan keunggulan konfigurasi Schlumberger ini adalah kemampuan untuk mendeteksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda MN/2.

Agar pembacaan tegangan pada elektroda MN bisa dipercaya, maka ketika jarak AB relatif besar hendaknya jarak elektroda MN juga diperbesar. Pertimbangan perubahan jarak elektroda MN terhadap jarak elektroda AB yaitu ketika pembacaan tegangan listrik pada multimeter sudah demikian kecil, misalnya kurang dari 1.0 milliVolt.

Umumnya perubahan jarak MN bisa dilakukan bila telah tercapai perbandingan antara jarak MN berbanding jarak AB = 1 : 20. Perbandingan yang lebih kecil misalnya 1 : 50 bisa dilakukan bila mempunyai alat utama pengirim arus yang mempunyai keluaran tegangan listrik DC sangat besar, katakanlah 1000 Volt atau lebih, sehingga beda tegangan yang terukur pada elektroda MN tidak lebih kecil dari 1.0 milliVolt.

Contoh penggunaan jarak MN/2 terhadap jarak AB/2

- Untuk jarak AB/2 dari 2.5 m sampai 10 m, gunakan jarak MN/2 = 0.5 m

- Untuk jarak AB/2 dari 10 m sampai 40 m, gunakan jarak MN/2 = 2.0 m

- Untuk jarak AB/2 dari 40 m sampai 160 m, gunakan jarak MN/2 = 8.0 m

- Untuk jarak AB/2 dari 160 m sampai 500 m, gunakan jarak MN/2 = 30 m

Metoda Penghitungan Resistivity Semu

Untuk menghitung Resistivity Semu, diperlukan suatu bilangan faktor geometri (K) yang tergantung pada jenis konfigurasi, jarak AB/2 dan MN/2. Perhitungan bilangan konstanta K ini berdasarkan rumus:

Rumus umum untuk Schlumberger dan Wenner :

K = 2 x phi / ( 1 / AM – 1 / BM – 1 / AN + 1 / BN)

Schlumberger :

K = phi x (A x A – M x M) / (2 x M)

Wenner :

K = 2 x phi x a

Apparent Resistivity :

Ra = K x V / I

Catatan:

· AM, BM, AN, dan BN : jarak antar elektroda, AB sebagai elektroda arus dan MN sebagai elektroda potensial (meter).

· A : Jarak AB/2 (meter)

· M : Jarak MN/2 (meter)

· Phi : 3.141592654

· A : jarak AB/3 atau jarak MN (meter)

· Ra : Apparent Resistivity (Ohm.meter)

· K : Faktor Geometri (meter)

· V : tegangan listrik pada elektroda MN (mV, milliVolt)

· I : arus listrik yang diinjeksikan melalui elektroda AB (mA, milliAmpere)

APLIKASI GEOLISTRIK PADA GEOLINGKUNGAN

Metode kelistrikan terdiri dari bermacam teknik yang mengunakan berbagai peralatan dan prosedur. Metode kelistrikan dapat dibagi menjadi 4 golongan : direct current resistivity,electromagnetic, induced polarization, dan self potential. Metode kelistrikan diaplikasikan di bidang meineral dan problem geoenvironment, misalnya digunakan untuk mengidentifikasi mineral sulfide, investigasi hidrologi, dan dapat digunakan untuk identifikasi struktur dan lithologi.

Contoh-contoh aplikasi:

  1. Identifikasi penyebaran limbah cair
  2. Menentukan perluasan dari intrusi airgaram
  3. menentukan fractures and faults
  4. Eksplorasi geothermal
  5. Menentukan benda-benda arkeologi yang terkubur,