GUNUNGAPI PAPANDAYAN JAWA BARAT
Gunung Papandayan adalah salah satu dari 17 gunungapi di Jawa Barat. Gunungapi ini bertipe strato tipe A dan terletak pada posisi geografis 7o 19’ 00’’ LS dan 107o 44’ 300’’ BT dengan ketinggiannya adalah 2665 m di atas permukaan laut atau 1950 m di atas daratan kota Garut. Gunung Papandayan mempunyai beberapa kawah yaitu kawah Mas, kawah Nangklak, dan kawah Manuk. Sementara itu terdapat pula kawah-kawah di sekitar gunung Papandayan yang bernama kawah Tegal Alun-alun dan Tegal Brungbung. Gunung Papandayan tercatat sebagai gunungapi paling aktif di Jawa Barat, dengan catatan-catatan letusan yang cukup banyak, salah satunya yang belum lama ini terjadi yaitu letusan bulan november-desember 2002.
Berdasarkan catatan DVMBG, Kawah Mas Gunung Papandayan dapat dicapai dari Bandung dengan kendaraan bermotor melalui 2 jalan alternatif. Jalan alternatif pertama, melalui kota Garut (lama perjalanan sekitar 2 jam), lalu menuju Kecamatan Cisurupan (lama perjalanan sekitar 20 menit) dan dari sini dilanjutkan hingga Kawah Mas (lama perjalanan sekitar 25 menit). Jalan alternatif yang kedua, melalui Pangalengan, melewati daerah perkebunan Garut Selatan (Perkebunan Sedep dan Malabar) hingga perkebunan Cileuleuy (lama perjalanan sekitar 3 jam), dari sini dilanjutkan menuju Kawah Mas (lama perjalanan sekitar 30 menit).
Sementara itu berdasarkan catatan demografi yang dikumpulkan oleh DVMBG, konsentrasi pemukiman penduduk berada di sektor timurlaut, tenggara dan timur-tenggara yakni di Kecamatan Bayongbong, Cikajang dan Cisurupan. Sedangkan pemukiman penduduk di sektor utara, baratlaut, barat, baratdaya dan selatan jumlahnya relatif sedikit.
Selain memberikan dampak bencana ketika terjadi aktivitas vulkanis di gunung Guntur, sisi positif keberadaan gunungapi ini juga dapat kita lihat berupa inventarisasi Sumberdaya Gunungapi seperti batuan beku, belerang (surfur), dan Kaolin. Berdasarkan catatan DVMBG cadangan batuan beku cukup berlimpah, berupa lava berkomposisi andesit dan andesit-basaltik, dimanfaatkan menjadi batu belah dan batu lempengan untuk keperluan bahan bangunan dan batu hias serta pengerasan jalan dan pembuatan jembatan. Nilai kandungan belerang (sulfur) cukup berlimpah, terutama di Kawah Mas (puncak gunung Papandayan), dipergunakan untuk pembuatan pupuk. Akses jalan menuju Kawah Mas sudah beraspal dengan kondisi relatif baik, kecuali antara tempat parkir dan Kawah Mas. Cadangan kaolin relatif sedikit, terutama terdapat di sekitar gunung Walirang, Kawah Mas dan di sebaran endapan guguran puing (debris avalanche deposit). Biasanya dipergunakan untuk pembuatan porselin dan obat-obatan. Sisi positif lainnya keberadaan gunungapi Papandayan yaitu objek wisata alam.
—————————————————————————————————————————————————
Letusan gunungapi Papandayan tahun 2002
Pada bulan November sampai dengan Desember tahun 2002 gunungapi Papandayan kembali meletus. Beberapa gempa berskala kecil dan besar terjadi dalam kurun waktu kedua bulan tersebut. Letusan pertama terjadi pada tanggal 11 november, sementara itu letusan terbesar terjadi pada tanggal 15 november. Letusan terbesar kedua terjadi pada tanggal 20 november 2006. Aktivitas letusan Papandayan cenderung menurun setelah letusan pada tanggal 20 november, namun pada tanggal 18 desember terjadi lagi letusan yang cukup kuat.
Berdasarkan Kronologis letusan yang dibuat oleh DVMBG diantaranya menyebutkan bahwa sekitar awal bulan oktober 2002 seismograf mulai mencatat gempa vulkanik dalam. Kemudian sekitar pertengahan oktober 2002 gempa vulkanik dangkal mulai tercatat, yang menunjukkan terjadinya migrasi kegempaan dari dalam menuju ke permukaan, dan terus berlangsung hingga dekat dengan waktu letusan. Ketika tanggal 11 november akhirnya terjadi letusan gunung Papandayan yang pertama pada periode ini. Kemudian seperti telah disebutkan di atas, letusan paling besar terjadi pada tanggal 15 november dengan abu letusan mencapai 5 kilometer dari puncak gunung, dengan radius 20 kilometer.
Ribuan penduduk mengungsi akibat letusan yang terjadi di Papandayan tersebut. Ratusan rumah rusak tertimbun debu vulkanik, dan ratusan lainnya hancur terseret lahan. Meski demikian tidak terdapat korban jiwa yang diakibatkan letusan ini. Hal ini terwujud berkat upaya pemantauan bencana yang cukup baik dilakukan oleh pihak DVMBG dan instansi terkait lainnya. Sementara itu juga program mitigasi dan tanggap bencana yang dilakukan oleh pemerintah daerah dibantu instansi terkait dapat dilaksanakan dengan cukup baik pula.
Setelah pasca letusan terjadi, bukan berarti kegiatan pemantauan potensi dan mitigasi bencana selesai dilakukan, akan tetapi upaya tersebut harus terus dilakukan dan ditingkatkan lebih baik lagi. Teknologi pemantauan sendiri terus berkembang, dan harus dimanfaatkan secara optimal, sehingga kedepannya penanganan bencana akan lebih dan lebih baik lagi.
—————————————————————————————————————————————————
Pemantauan aktivitas vulkanis gunungapi Papandayan Jawa Barat
Metode yang saat ini telah digunakan untuk pemantauan gunung api Papandayan diantaranya metode metode seismik, metode pengukuran kandungan gas pada kawah, pengukuran suhu kawah, dan metode pemantauan deformasi dengan menggunakan Sipat Datar, EDM dan GPS. Tim pemantau utama adalah DVMBG, yang bekerjasama dengan berbagai institusi baik nasional maupun internasional, diantaranya dengan KK Geodesi FTSL ITB.
Untuk memantau aktivitas seismik di Gunung Papandayan, Direktorat Vulkanologi (DVMBG) bekerja sama dengan institusi internasional seperti Jepang dan Jerman telah memasang stasiun pengamat gempa (seismograf) di sekitar kawah Gunung Papandayan, kemudian datanya dikirim secara otomatis melalui telemetri. Metode seismik yang menggunakan sensor seismometer ini pada dasarnya digunakan untuk mengevaluasi aktivitas yang terjadi di dalam gunung api.
Pemantauan kandungan gas dan suhu di kawah Papandayan secara rutin dilakukan oleh pihak DVMBG. Adanya peningkatan konsentrasi kandungan gas dan peningkatan suhu kawah menjadi indikator adanya peningkatan aktivitas vulkanis gunungapi. Sebelum terjadinya letusan di gunung Papandayan tahun 2002 yang lalu tercatat adanya kenaikan suhu kawah yang cukup signifikan.
Disamping metode seismik dan monitoring kandungan gas serta suhu kawah, Pihak DVMBG bekerjasama dengan institusi lain seperti KK Geodesi ITB telah memanfaatkan metode deformasi seperti sipat datar, EDM dan GPS, untuk memantau aktivitas gunungapi. Metode ini dianggap punya potensi yang sangat besar untuk berkontribusi dalam pemantauan aktivitas gunung api. Metode ini pada dasarnya ingin mendapatkan pola dan kecepatan dari deformasi permukaan gunung api, baik dalam arah horisontal maupun vertikal.
—————————————————————————————————————————————————
Pemantauan aktivitas vulkanis gunungapi Papandayan menggunakan GPS
Pemantauan aktivitas deformasi gunungapi yang berada di wilayah Jawa Barat mulai dilakukan dengan menggunakan teknologi GPS secara episodik (berkala) oleh peneliti dari KK Geodesi FTSL ITB yang bekerja sama dengan tim dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana alam Geologi (DVMBG) dan Nagoya University Jepang mulai tahun 1996 sampai sekarang, dimana salah satu gunung yang diamati adalah gunung Papandayan.
Pelaksanaan pemantauan deformasi melalui survai GPS di gunungapi Papandayan telah dilaksanakan sebayak 8 kali pengamatan, dari mulai tahun 1998 sampai dengan 2005. Pengambilan data pada masing-masing kala pengamatan dilakukan kurang lebih 1 minggu. Ada sekitar 8 titik pantau deformasi yang diletakan disekitar tubuh gunungapi, kemudian 1 titik kontrol diletakan di pos pengamatan gunung Papandayan. Ketika letusan pada tahun 2002, tim peneliti KK Geodesi dan DVMBG juga melakukan penelitian deformasi.
Di bawah ini adalah gambar-gambar dokumentasi survey lapangan pengambilan data GPS di titik-titik pantau deformasi gunung Papandayan. Titik Pantau dibangun di sekitar kawah gunung dan di bagian punggungan gunung.
Di bawah ini adalah gambar-gambar dokumentasi tim yang melakukan survey GPS. Tim survey yang dilibatkan termasuk para mahasiswa geodesi yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Geodesi ITB mulai angkatan 1992 sampai terakhir angkatan 2002.
Pemantauan deformasi gunung api dengan menggunakan GPS pada prinsipnya dapat dilakukan secara episodik atau kontinyu. Dalam pengamatan secara episodik, koordinat dari beberapa titik GPS yang dipasang pada gunung api, ditentukan secara teliti menggunakan metode survey GPS. Koordinat titik-titik ini ditentukan dalam selang periode tertentu secara berkala dalam selang waktu tertentu, dan dengan menganalisa perbedaan koordinat yang dihasilkan untuk setiap periode, maka karakteristik deformasi dari gunung api dapat ditentukan dan dianalisa.
Pemantauan deformasi secara kontinyu secara prinsip sama dengan pemantauan deformasi secara episodik, yang membedakannya hanya aspek operasional dari pemantauan. Dalam pemantauan deformasi secara kontinyu koordinat dari titik-titik GPS pada gunung api ditentukan secara real–time dan terus menerus dengan sistem yang disusun secara otomatis. Agar metode ini dapat dilakukan maka diperlukan komunikasi data antara titik-titik GPS pada gunung api dan stasiun pengamat.
Data yang dikumpulkan tiap survey selanjutnya diproses dan digabungkan dengan hasil pengolahan data survey sebelumnya untuk di analisis karakteristik deformasi yang terjadi pada gunungapi Papandayan yang diamati. Strategi pengamatan dan pengolahan data yang optimal merupakan salah satu sasaran utama penelitian, untuk memperoleh hasil yang baik.
Data GPS yang diambil untuk keperluan deformasi ini yaitu data phase dan data code GPS dari tipe Geodetik receiver GPS dual frekuensi (L1/L2), dengan lama pengamatan sekitar 10 sampai 24 jam. Desain jaring pengamatan yang digunakan yaitu desain jaring radial, dengan mengikatkan titik-titik pantau terhadap satu titik ikat (referensi) yang telah ditentukan di luar asumsi daerah yang kemungkinan mengalami deformasi.
Salah satu hasil pemantaun deformasi gunungapi Papandayan dengan menggunakan GPS, yaitu pada periode pemantauan tahun 2002-2003 ketika gunung Papandayan mengalami letusan pada bulan yaitu tepatnya pada bulan november - desember 2002, terlihat indikasi tubuh gunungapi mengalami inflasi mencapai frakti desimeter (~20 sentimeter di titik dekat kawah papandayan). Informasi diperoleh dari pola vektor pergeseran dan pola strain dan stress pada jaring baseline yang diamati. Kemudian setelah pasca letusan 2002, data GPS memperlihatkan secara jelas pola deflasi pada tubuh gunungapi Papandayan.
Sumber :http://geodesy.gd.itb.ac.id/?page_id=288
Tidak ada komentar:
Posting Komentar