GUNUNGAPI BROMO JAWA TIMUR
Gunungapi Bromo adalah salah satu gunungapi yang berada di Jawa Timur bertipe strato tipe A dan terletak di dalam Kaldera Tengger. Gunungapi Bromo merupakan gunungapi termuda dalam jajaran gunungapi yang berada di dalam kaldera Tengger seperi gunung Widodaren, Kursi, Segorowedi, dan Batok. Kaldera Tengger sendiri berukuran 9 km x 10 km, dikelilingi oleh tebing curam dengan ketinggian 50 sampai 500 meter. Jajaran gunung di dalam kaldera dikelilingi oleh batuan vulkanik gunung Tengger purba. Lantai kaldera bagian utara tersusun oleh batuan pasir, sementara bagian timur dan selatan kaldera didominasi oleh rerumputan.
Berdasarkan catatan DVMBG, cara Pencapaian ke Puncak atau Kawah gunung Bromo dapat dilakukan melalui dua cara yaitu melalui lintasan Probolinggo, Sukapura, Ngadisari sampai ke Cemoro Lawang yang merupakan dinding Kaldera Lautan Pasir yang dapat dilakukan dengan kendaraan bermotor, kemudian dilanjutkan dengan lintasan melewati lautan pasir. Pendakian ke puncak dan pematang kawah dapat dilakukan dengan mudah melalui tangga tembok. Lintasan yang kedua yaitu melalui Pasuruan, Tosari, Jurang Munggal, Lautan Pasir sampai tangga Bromo.
Selain memberikan dampak bencana ketika terjadi aktivitas vulkanis di gunung Bromo, sisi positif keberadaan gunungapi ini juga dapat kita lihat berupa inventarisasi Sumberdaya Gunungapi seperti untuk objek wisata alam. Kawasan ini mempunyai karakteristik panorama alam yang mempesona seperti adanya lautan pasir dengan latar belakang hembusan asap gunung Bromo dan letusan gunung Semeru serta pada pagi hari dapat disaksikan terbitnya matahari dari gunung Pananjakan yang sangat menakjubkan. Disamping itu dapat juga disaksikan kehidupan tradisional masyarakat Tengger yang dalam waktu setahun sekali pada tanggal 14 bulan ke sepuluh, Kalender Jawa melakukan upacara adat/keagamaan umat Hindu Tengger atau disebut juga Upacara Kesodo, upacara ini berpusat di sekeliling kawah Gunungapi Bromo
—————————————————————————————————————————————————
Catatan sejarah letusan gunungapi Bromo
Menurut catatan sejarah, gunungapi Bromo telah mengalami letusan sebanyak 50 kali terhitung sejak tahun 1775. Tipe letusan banyaknya berupa tipe stomboli. Berdasarkan data geologi, kemudian berdasarkan karakteristik aktivitas Bromo, serta morfologi dari Kaldera Tengger, potensi bencana yang umumnya terjadi adalah letusan fragmen-fragmen batuan, hujan debu pekat, dan semburan gas beracun. Sampai saat ini bencana lahar belum pernah terjadi sepanjang catatan periode letusan.
Dua letusan paling terkini terjadi pada bulan desember 2000 dan bulan juni 2004. Letusan paling akhir terjadi pada tanggal 8 juni sore hari, dan berlangsung sekitar 20 menit. Berdasarkan catatan DVMBG, tipe letusan bersifat preatik, membentuk kolom abu dengan ketinggian sekitar 3000 meter di atas bibir kawah. Material debu dan batu kerikil tersembur sampai area radius 300 meter. Pada tanggal 9 juni aktivitas menurun dan akhirnya berhenti. Namun demikian masih terlihat kepulan asap keabuan setinggi 10 sampai 25 meter di atas bibir kawah. Dengan kondisi seperti ini, tingkat kewaspadaan bencana dikategorikan cukup aman (low level risk).
—————————————————————————————————————————————————
Pemantauan aktivitas vulkanis gunungapi Bromo
Di Indonesia, mengingat jumlah gunungapi tergolong relatif cukup banyak, bahaya letusan gunungapi harus mendapatkan perhatian yang serius baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat. Indonesia mempunyai 129 gunungapi aktif serta 271 buah titik erupsi yang merupakan konsekuensi dari interaksi dan tumbukan antara beberapa lempeng kerak bumi. Dengan jumlah penduduk sekitar 200 juta, dan juga kenyataan bahwa Pulau Jawa yang penduduknya paling padat juga mempunyai gunungapi yang paling banyak, maka tidak dapat dipungkiri bahwa bahaya letusan gunungapi adalah sesuatu yang nyata bagi rakyat Indonesia. Menurut [Katili & Siswowidjojo, 1994], sekitar 10% penduduk Indonesia tinggal di wilayah yang terancam bahaya letusan gunungapi, dan sekitar 3 juta orang yang tinggal di daerah bahaya. Oleh sebab itu pemantauan aktivitas gunungapi di Indonesia haruslah selalu dilaksanakan secara maksimal dan terus menerus, salah satunya di gunungapi Bromo yang merupakan salah satu gunungapi aktif yang berada di daerah Jawa Timur.
Metode yang saat ini telah secara rutin digunakan untuk pemantauan aktivitas vulkanis gunungapi Bromo diantaranya metode metode seismik, dan metode pemantauan deformasi dengan menggunakan Sipat Datar, EDM dan GPS. Tim pemantau utama adalah DVMBG, yang bekerjasama dengan berbagai institusi baik nasional maupun internasional, diantaranya dengan KK Geodesi FTSL ITB untuk pemantauan deformasi dengan GPS.
Untuk memantau aktivitas seismik di Gunung Bromo, Direktorat Vulkanologi (DVMBG) bekerja sama dengan institusi internasional telah memasang stasiun pengamat gempa (seismograf) di sekitar kawah Gunung Bromo, kemudian datanya dikirim secara otomatis melalui telemetri. Metode seismik yang menggunakan sensor seismometer ini pada dasarnya digunakan untuk mengevaluasi aktivitas yang terjadi di dalam gunung api.
Disamping metode seismik, Pihak DVMBG bekerjasama dengan KK Geodesi FTSL ITB telah memanfaatkan metode deformasi seperti sipat datar, EDM dan GPS, untuk memantau aktivitas gunungapi. Metode ini dianggap punya potensi yang sangat besar untuk berkontribusi dalam pemantauan aktivitas gunung api. Metode ini pada dasarnya ingin mendapatkan pola dan kecepatan dari deformasi permukaan gunung api, baik dalam arah horisontal maupun vertikal.
—————————————————————————————————————————————————
Pemantauan Deformasi Gunungapi Bromo menggunakan Teknologi GPS
Pemantauan aktivitas deformasi di gunungapi yang terdapat di Jawa dan Bali mulai dilakukan dengan menggunakan teknologi GPS secara episodik (berkala) oleh tim peneliti dari KK Geodesi FTSL ITB yang bekerja sama dengan tim dari Direktorat Vulkanologi dan mitigasi bencana alam, dan Nagoya University. Gunungapi yang diamati yaitu: gunung Kelut, Semeru, Ijen, Batur dan juga gunungapi Bromo.
Pelaksanaan pemantauan deformasi menggunakan teknologi GPS di gunungapi Bromo telah dilaksanakan sebanyak 4 kali pengamatan, dari mulai tahun 1998 sampai dengan 2004. Pengambilan data pada masing-masing kala pengamatan dilakukan kurang lebih 2 hari. Ada sekitar 5 titik pantau deformasi yang diletakan disekitar tubuh gunungapi, kemudian 1 titik kontrol diletakan di pos pengamatan gunung Bromo. Pasca letusan pada tahun 2004, tim peneliti KK Geodesi dan DVMBG juga melakukan peneltian deformasi di sana.
Di bawah ini adalah gambar-gambar dokumentasi survey lapangan pengambilan data GPS di titik-titik pantau deformasi gunung Bromo tahun 2002. Titik Pantau dibangun di sekitar kawah gunung, di puncak dan di bagian punggungan gunung.
Di bawah ini adalah gambar-gambar dokumentasi tim yang melakukan survey GPS di titik-titik pantau gunung Bromo pada tahun 2006, pasca letusan yang terjadi pada bulan juni. Titik pantau yang berada di puncak Bromo tidak ikut diukur mengingat tingkat resiko masih tinggi pada saat itu.
Pemantauan deformasi gunung api dengan menggunakan survai GPS pada prinsipnya dapat dilakukan secara episodik atau kontinyu. Dalam pengamatan secara episodik, koordinat dari beberapa titik GPS yang dipasang pada gunung api, ditentukan secara teliti menggunakan metode survey GPS. Koordinat titik-titik ini ditentukan dalam selang periode tertentu secara berkala dalam selang waktu tertentu, dan dengan menganalisa perbedaan koordinat yang dihasilkan untuk setiap periode, maka karakteristik deformasi dari gunungapi dapat dianalisis.
Pemantauan deformasi secara kontinyu secara prinsip sama dengan pemantauan deformasi secara episodik, yang membedakannya hanya aspek operasional dari pemantauan. Dalam pemantauan deformasi secara kontinyu koordinat dari titik-titik GPS pada gunung api ditentukan secara real–time dan terus menerus dengan sistem yang disusun secara otomatis. Agar metode ini dapat dilakukan maka diperlukan komunikasi data antara titik-titik GPS pada gunung api dan stasiun pengamat.
Data yang dikumpulkan tiap survey selanjutnya diproses dan digabungkan dengan hasil pengolahan data survey sebelumnya untuk di analisis karakteristik deformasi yang terjadi pada gunungapi Papandayan yang diamati. Strategi pengamatan dan pengolahan data yang optimal merupakan salah satu sasaran utama penelitian, untuk memperoleh hasil yang baik.
Data GPS yang diambil untuk keperluan deformasi ini yaitu data phase dan data code GPS dari tipe Geodetik receiver GPS dual frekuensi (L1/L2), dengan lama pengamatan sekitar 10 sampai 24 jam. Desain jaring pengamatan yang digunakan yaitu desain jaring radial, dengan mengikatkan titik-titik pantau terhadap satu titik ikat (referensi) yang telah ditentukan di luar asumsi daerah yang kemungkinan mengalami deformasi.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan sejak februari 2001 sampai dengan juni 2004 (periode letusan), dapat diambil kesimpulan bahwa deformasi di gunungapi Bromo sebelum dan sesudah letusan tahun 2004 nilainya cukup kecil, hanya dalam fraksi beberapa sentimeter, namun meski demikian pola inflasi dan deflasi terlihat cukup jelas. Dengan menggunakan mogi model dapat diestimasi pusat tekanan (presure source) yang mengindikasikan dapur magma berada sekitar satu kilometer di bawah permukaan Kawah.
Sumber : http://geodesy.gd.itb.ac.id/?page_id=291
Tidak ada komentar:
Posting Komentar