Entri Populer

Rabu, 06 April 2011

Gunung Batur











Ketinggian 1.717 m (5.633 kaki)


Daftar Spesial Ribu
Lokasi
Lokasi Kabupaten Bangli, Bali
Koordinat 8°14'5" LS 115°22'5" BT
Geologi
Jenis Strato di dalam kaldera
Letusan terakhir 2000


Gunung Batur merupakan sebuah gunung berapi aktif di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, Indonesia. Terletak di barat laut Gunung Agung, gunung ini memiliki kaldera berukuran 13,8 x 10 km dan merupakan salah satu yang terbesar dan terindah di dunia (van Bemmelen, 1949). Pematang kaldera tingginya berkisar antara 1267 m - 2152 m (puncak G. Abang). Di dalam kaldera I terbentuk kaldera II yang berbentuk melingkar dengan garis tengah lebih kurang 7 km. Dasar kaldera II terletak antara 120 - 300 m lebih rendah dari Undak Kintamani (dasar Kaldera I). Di dalam kaldera tersebut terdapat danau yang berbentuk bulan sabit yang menempati bagian tenggara yang panjangnya sekitar 7,5 km, lebar maksimum 2,5 km, kelilingnya sekitar 22 km dan luasnya sekitar 16 km2 yang yang dinamakan Danau Batur. Kaldera Gunung Batur diperkirakan terbentuk akibat dua letusan besar, 29.300 dan 20.150 tahun yang lalu.

Gunung Batur terdiri dari tiga kerucut gunung api dengan masing-masing kawahnya, Batur I, Batur II dan Batur III.


Letusan


Lava dari letusan Gunung Batur (1926 ?) nyaris menimbun candi bentar di komplek pura.

Gunung Batur telah berkali-kali meletus. Kegiatan letusan G. Batur yang tercatat dalam sejarah dimulai sejak tahun 1804 dan letusan terakhir terjadi tahun 2000. Sejak tahun 1804 hingga 2005, Gunung Batur telah meletus sebanyak 26 kali dan paling dahsyat terjadi tanggal 2 Agustus dan berakhir 21 September 1926. Letusan Gunung Batur itu membuat aliran lahar panas menimbun Desa Batur dan Pura Ulun Danu Batur.

Desa Batur yang baru, dibangun kembali di pinggir kaldera sebelah selatan Kintamani. Pura Ulun Danu dibangun kembali, hingga saat ini masih terkenal sebagai pura yang paling indah di Bali. Pura ini dipersembahkan untuk menghormati "Dewi Danu" yakni dewi penguasa air, seperti halnya pura yang terdapat di Danau Bratan juga dipersembahkan untuk memuja "Dewi Danu".


Objek wisata


Gunung Batur.

Danau Batur

Kawasan Gunung Batur terkenal sebagai obyek wisata andalan Kabupaten Bangli. Konon menurut cerita dalam Lontar Susana Bali, Gunung Batur merupakan puncak dari Gunung Mahameru yang dipindahkan Batara Pasupati untuik dijadikan Sthana Betari Danuh (istana Dewi Danu). Pada waktu tertentu, seluruh umat Hindu dari berbagai daerah di Bali datang ke Batur menghaturkan Suwinih untuk mengusir bencana hama yang menimpa ladang mereka. Dengan menghantarkan suminih ini maka kawasan gunung Batur menjadi daerah yang subur.

Daerah yang dapat ditonjolkan sebagai obyek wisata adalah kawah, kaldera dan danau. Terdapat aliran air dalam tanah yang mengalirkan air Danau Batur, yang muncul menjadi mata air di beberapa tempat di Bali dan dianggap sebagai "Tirta Suci"

Wisata budaya yang terdapat di kawasan Gunung Batur adalah Trunyan. Meskipun seluruh penduduk Trunyan beragama Hindu seperti umumnya masyarakat Bali, mereka menyatakan bahwa Hindu Trunyan merupakan Hindu asli warisan kerajaan Majapahit. Di sebelah utara Trunyan terdapat kuban, sebuah tempat makam desa, namun jenazah tidak dikuburkan atau dibakar, melainkan diletakkan di bawah pohon setelah dilakukan upacara kematian yang rumit. Tempat pemakamanan ini dipenuhi oleh tulang-tulang, dan bisa jadi kita menemukan mayat yang masih baru.

















GBR : Gunung Agung di kiri; Gunung Batur dengan kalderanya terlihat di kanan

Sumber : id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Batur

Gunung Batur (Kaldera Batur) di Pulau Bali. Beberapa kaldera mempunyai bentuk geometri rumit, yang pada umumnya terbentuk lebih dari satu kali letusan dan memperlihatkan adanya kecenderungan amblas (subsidence), seperti yang terlihat di kaldera Tambora (Doro Api Toi), Batur, Rinjani, Tengger, dan lain-lain. Kegiatan pasca letusan kaldera pada umumnya ditandai oleh pembentukan kawah Maar dan kerucut-kerucut sinder (cinder cones), sebagai akibat seri letusan freatik dan freatomagmatik, yang material letusannya sebagian besar diendapkan di dasar kaldera itu sendiri. Sejarah erupsi Gunung Batur merekam sebanyak 22 kali letusan sejak tahun 1800 (van Padang, 1951; Kusumadinata, 1979 dan Sutawidjaja, 2000), dan mencirikan mekanisme tersebut di atas. Kegiatan pasca kaldera dicirikan oleh erupsi yang menghasilkan
lava gelasan yang bersusunan basal-olivin hingga andesit-basalan (51,15 – 54,25% SiO2), yang
tersebar di dasar kaldera, mengikuti pola retakan yang terdapat pada dasar kaldera ini (Gambar).



Panorama Kaldera Batur memperlihatkan tebing dinding kaldera (latar belakang), kerucut aktif Gunung Batur(tengah) dan danau Batur di bagian kanan. (foto: I.S. Sutawidjaja)

Potensi ancaman bahaya letusan gunung api ini ditimbulkan oleh aliran lava, bom-vulkanik (balistik) dan jatuhan piroklastika (tefra). Kawasan rawan bahaya letusan gunung api ini, berdasarkan karakteristik tipe letusannya saat ini masih terbatas di dalam kaldera Batur saja. Beberapa gunung api yang mempunyai kemiripan karakter dengan Gunung Batur antara lain adalah Gunung Barujari (Rinjani), Gunung Bromo (Tengger), dan Doroapi Toi (Tambora).

Sumber : Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 4 Desember 2006: 209-227,
Klasifikasi gunung api aktif Indonesia,
studi kasus dari beberapa letusan gunung api dalam sejarah,
INDYO PRATOMO
Museum Geologi, Pusat Survei Geologi, Jln. Diponegoro No. 57, Bandung, Indonesia
Pemantauan aktivitas vulkanis gunungapi Batur Bali



Aktivitas vulkanis gunungapi merupakan salah satu bentuk bencana alam kebumian yang menyertai kehidupan manusia. Contoh aktivitas vulkanis yang menimbulkan bencana seperti erupsi material vulkanik, leleran lahar, semburan awan panas, semburan gas beracun, dan lain-lain. Telah banyak sekali catatan mengenai bencana alam gunungapi ini disertai dengan dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap manusia baik untuk segi materi dan imateri. Upaya untuk mereduksi dampak negatif yang mungkin timbul dari bencana dilakukan dengan cara monitoring aktivitas vulkanis gunungapi, dan selanjutnya dilakukan upaya mitigasi.

Di Indonesia, mengingat jumlah gunungapi tergolong relatif cukup banyak, bahaya letusan gunungapi harus mendapatkan perhatian yang serius baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat. Indonesia mempunyai 129 gunungapi aktif serta 271 buah titik erupsi yang merupakan konsekuensi dari interaksi dan tumbukan antara beberapa lempeng kerak bumi. Dengan jumlah penduduk sekitar 200 juta, dan juga kenyataan bahwa Pulau Jawa yang penduduknya paling padat juga mempunyai gunungapi yang paling banyak, maka tidak dapat dipungkiri bahwa bahaya letusan gunungapi adalah sesuatu yang nyata bagi rakyat Indonesia. Menurut [Katili & Siswowidjojo, 1994], sekitar 10% penduduk Indonesia tinggal di wilayah yang terancam bahaya letusan gunungapi, dan sekitar 3 juta orang yang tinggal di daerah bahaya. Oleh sebab itu pemantauan aktivitas gunungapi di Indonesia haruslah selalu dilaksanakan secara maksimal dan terus menerus, salah satunya di gunungapi Batur yang merupakan salah satu gunungapi aktif yang berada di daerah Bali.

Metode yang saat ini telah digunakan untuk pemantauan aktivitas gunungapi Bali diantaranya metode metode seismik, metode pengukuran kandungan sulfur pada Danau kawah, pengukuran suhu Danau kawah, dan metode pemantauan deformasi dengan menggunakan Sipat Datar, EDM dan GPS. Tim pemantau utama adalah DVMBG, yang bekerjasama dengan berbagai institusi baik nasional maupun internasional, diantaranya dengan KK Geodesi FTSL ITB.

Untuk memantau aktivitas seismik di Gunung Batur, Direktorat Vulkanologi (DVMBG) bekerja sama dengan institusi internasional telah memasang stasiun pengamat gempa (seismograf) di sekitar kawah Gunung Batur, kemudian datanya dikirim secara otomatis melalui telemetri. Metode seismik yang menggunakan sensor seismometer ini pada dasarnya digunakan untuk mengevaluasi aktivitas yang terjadi di dalam gunung api.

Pemantauan kandungan kadar sulfur dan suhu di danau kawah Batur secara rutin dilakukan oleh pihak DVMBG. Adanya peningkatan konsentrasi kandungan gas dan peningkatan suhu kawah menjadi indikator adanya peningkatan aktivitas vulkanis gunungapi.

Disamping metode seismik dan monitoring kandungan sulfur serta suhu kawah, Pihak DVMBG bekerjasama dengan institusi lain seperti KK Geodesi ITB telah memanfaatkan metode deformasi seperti sipat datar, EDM dan GPS, untuk memantau aktivitas gunungapi. Metode ini dianggap punya potensi yang sangat besar untuk berkontribusi dalam pemantauan aktivitas gunung api. Metode ini pada dasarnya ingin mendapatkan pola dan kecepatan dari deformasi permukaan gunung api, baik dalam arah horisontal maupun vertikal.

Sumber : http://t-indonesia.com/kolom/wforum.cgi?no=942&reno=941&oya=940&mode=msgview&page=0

Pemantauan deformasi gunungapi Batur dengan GPS

GUNUNGAPI BATUR BALI

Gunungapi Batur adalah salah satu gunungapi aktif di Bali, terletak dalam kaldera Batur, yang berada di bagian timur-laut pulau Bali, sekitar 70 km di utara Denpasar. Kaldera Batur pada dasarnya terdiri dari dua kaldera. Kaldera terluar berbentuk ellips berukuran sekitar 13.8 km x 10 km, dan kaldera sebelah dalam berbentuk lingkaran dengan jejari sekitar 7.5 km. Pematang (tebing) kaldera mempunyai ketinggian antara 1267 m sampai 2152 m (puncak gunung Abang). Gunungapi Batur memiliki ketinggian sekitar 1717 m di atas muka laut dan sekitar 686 m di atas muka danau Batur yang juga terletak di dalam kaldera. Sementara itu danau Batur yang berbentuk bulan sabit, menutupi dasar kaldera sebelah timur dan tenggara, dengan panjang sekitar 7.5 km, lebar maksimum sekitar 2.5 km dan sekeliling sekitar 22 km. Gunung Batur setidaknya telah meletus sebanyak 24 kali sejak tahun 1800.

batur005.JPG batur001a.jpgbatur006.JPG batur004.jpg

Berdasarkan catatan DVMBG, Pencapaian lokasi kawasan gunung Batur sangatlah mudah, dari Denpasar menuju Kintamani (Kota Kecamatan yang merupakan kawasan wisata gunung Batur) dapat dilakukan dengan kendaraan pribadi, bus, taksi atau kendaraan biro perjalanan wisata di Bali, karena kawasan gunung Batur adalah salah satu obyek wisata yang terkenal di Bali dan banyak pengunjungnya, sehingga fasilitas jalan dan transportasi telah dipersiapkan oleh pemerintah dan swasta, termasuk jalan di dalam kaldera. Untuk turun menuju dasar kaldera mudah dicapai dengan kendaraan roda empat dari Panelokan. Kondisi jalan cukup baik, beraspal mengelilingi tubuh gunung Batur, sehingga dalam perjalanannya dapat melihat kondisi tubuh gunung Batur dari segala arah dari dalam kaldera.

Sementara itu Pencapaian kawah/puncak gunung Batur dapat dilakukan dari beberapa arah, di antaranya yang mudah adalah dari arah baratlaut dimulai dari Latengaya atau dari Yehmampeh. Dari jalur ini dapat dengan mudah mencapai Kawah 1994 yang memerlukan waktu kurang lebih 30 menit. Selain itu untuk mencampai puncak juga dapat dilakukan dari arah selatan dimulai dari kampung Seked dan dari arah timurlaut dimulai dari kampung Songan. Dari ketiga arah tersebut yang paling mudah adalah pendakian dari kampung Yehmampeh dari arah barat laut.

Berdasarkan catatan demografi yang dikumpulkan DVMBG, Penduduk yang bermukim di kawasan gunung Batur berpropesi sebagai pedagang, petani, buruh, pelayanan wisatawan termasuk perhotelan dan restoran. Sebagian besar beragama Hindu yang taat, sehingga banyak ditemui tempat peribadatan (pura) di kawasan gunung Batur, termasuk di dalam kaldera. Kawasan gunung Batur sendiri termasuk wilayah Kecamatan Kintamani, yang jumlah penduduknya (sampai akhir Oktober 2001) sebanyak 85.003 orang. Berdasarkan data Kawasan Rawan Bencana gunung Batur (1997), jumlah penduduk yang bermukim di dalam Kawasan Rawan Bencana gunung Batur sebanyak 16.625 orang.

Selain memberikan dampak bencana ketika terjadi aktivitas vulkanis di gunung Batur, sisi positif keberadaan gunungapi ini juga dapat kita lihat berupa inventarisasi Sumberdaya Cadangan bahan galian produk erupsi gunung Batur masa lampau berupa pasir dan kerikil (sirtu) yang tersebar di dalam kaldera, yang ditambang oleh masyarakat, secara tradisional, terutama di bagian utara dan baratlaut dari puncak. Cadangan lainnya berupa endapan leleran lava purna pembetukkan kaldera yang penyebarannya hampir mengelingi kawah-kawah gunung Batur dan terbatas di dalam kaldera. Cadangan lainnya lagi adalah endapan ignimbrit gunung Batur yang tersebar luas di luar kaldera, ditambang sebagai bahan bangunan, bahan kerajinan seni. Selain cadangan mineral, sumber daya lainnya berupa mata air panas yang lokasinya di Toyobangkah di dalam kaldera, dan Obyek wisata di kawasan gunung Batur, meliputi pendakian kawah-kawah gunung Batur, Danau Batur, panorama Panelokan, dan upacara keagamaan.

—————————————————————————————————————————————————

Pemantauan aktivitas vulkanis gunungapi Batur Bali

Aktivitas vulkanis gunungapi merupakan salah satu bentuk bencana alam kebumian yang menyertai kehidupan manusia. Contoh aktivitas vulkanis yang menimbulkan bencana seperti erupsi material vulkanik, leleran lahar, semburan awan panas, semburan gas beracun, dan lain-lain. Telah banyak sekali catatan mengenai bencana alam gunungapi ini disertai dengan dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap manusia baik untuk segi materi dan imateri. Upaya untuk mereduksi dampak negatif yang mungkin timbul dari bencana dilakukan dengan cara monitoring aktivitas vulkanis gunungapi, dan selanjutnya dilakukan upaya mitigasi.

Di Indonesia, mengingat jumlah gunungapi tergolong relatif cukup banyak, bahaya letusan gunungapi harus mendapatkan perhatian yang serius baik dari pihak pemerintah maupun masyarakat. Indonesia mempunyai 129 gunungapi aktif serta 271 buah titik erupsi yang merupakan konsekuensi dari interaksi dan tumbukan antara beberapa lempeng kerak bumi. Dengan jumlah penduduk sekitar 200 juta, dan juga kenyataan bahwa Pulau Jawa yang penduduknya paling padat juga mempunyai gunungapi yang paling banyak, maka tidak dapat dipungkiri bahwa bahaya letusan gunungapi adalah sesuatu yang nyata bagi rakyat Indonesia. Menurut [Katili & Siswowidjojo, 1994], sekitar 10% penduduk Indonesia tinggal di wilayah yang terancam bahaya letusan gunungapi, dan sekitar 3 juta orang yang tinggal di daerah bahaya. Oleh sebab itu pemantauan aktivitas gunungapi di Indonesia haruslah selalu dilaksanakan secara maksimal dan terus menerus, salah satunya di gunungapi Batur yang merupakan salah satu gunungapi aktif yang berada di daerah Bali.

Metode yang saat ini telah digunakan untuk pemantauan aktivitas gunungapi Bali diantaranya metode metode seismik, metode pengukuran kandungan sulfur pada Danau kawah, pengukuran suhu Danau kawah, dan metode pemantauan deformasi dengan menggunakan Sipat Datar, EDM dan GPS. Tim pemantau utama adalah DVMBG, yang bekerjasama dengan berbagai institusi baik nasional maupun internasional, diantaranya dengan KK Geodesi FTSL ITB.

Untuk memantau aktivitas seismik di Gunung Batur, Direktorat Vulkanologi (DVMBG) bekerja sama dengan institusi internasional telah memasang stasiun pengamat gempa (seismograf) di sekitar kawah Gunung Batur, kemudian datanya dikirim secara otomatis melalui telemetri. Metode seismik yang menggunakan sensor seismometer ini pada dasarnya digunakan untuk mengevaluasi aktivitas yang terjadi di dalam gunung api.

Pemantauan kandungan kadar sulfur dan suhu di danau kawah Batur secara rutin dilakukan oleh pihak DVMBG. Adanya peningkatan konsentrasi kandungan gas dan peningkatan suhu kawah menjadi indikator adanya peningkatan aktivitas vulkanis gunungapi.

Disamping metode seismik dan monitoring kandungan sulfur serta suhu kawah, Pihak DVMBG bekerjasama dengan institusi lain seperti KK Geodesi ITB telah memanfaatkan metode deformasi seperti sipat datar, EDM dan GPS, untuk memantau aktivitas gunungapi. Metode ini dianggap punya potensi yang sangat besar untuk berkontribusi dalam pemantauan aktivitas gunung api. Metode ini pada dasarnya ingin mendapatkan pola dan kecepatan dari deformasi permukaan gunung api, baik dalam arah horisontal maupun vertikal.

—————————————————————————————————————————————————

Pemantauan Deformasi Gunungapi Batur menggunakan Teknologi GPS

Pemantauan aktivitas deformasi di gunungapi yang terdapat di Jawa dan Bali mulai dilakukan dengan menggunakan teknologi GPS secara episodik (berkala) oleh tim peneliti dari KK Geodesi FTSL ITB yang bekerja sama dengan tim dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana alam Geologi, dan Nagoya University. Gunungapi yang diamati yaitu: gunung Kelut, Bromo, Semeru, Ijen, dan juga gunungapi Batur.

Pemantauan deformasi melalui survai GPS di gunungapi Batur telah dilaksanakan sebanyak 5 kali pengamatan, dari mulai tahun 1998 sampai dengan 2004. Pengambilan data pada masing-masing kala pengamatan dilakukan kurang lebih 1 minggu. Ada sekitar 12 titik pantau deformasi yang diletakkan disekitar tubuh gunungapi, kemudian 1 titik kontrol diletakkan di pos pengamatan gunung Batur.

Di bawah ini adalah gambar-gambar dokumentasi survey lapangan pengambilan data GPS di titik-titik pantau deformasi gunung Batur. Titik Pantau dibangun di sekitar danau kawah gunung, di puncak dan di bagian punggungan gunung.

gbr004.JPG gbr011.JPG gbr012.JPG batur003.jpg

Pemantauan deformasi gunung api dengan menggunakan survai GPS pada prinsipnya dapat dilakukan secara episodik atau kontinyu. Dalam pengamatan secara episodik, koordinat dari beberapa titik GPS yang dipasang pada gunung api, ditentukan secara teliti menggunakan metode survey GPS. Koordinat titik-titik ini ditentukan dalam selang periode tertentu secara berkala dalam selang waktu tertentu, dan dengan menganalisa perbedaan koordinat yang dihasilkan untuk setiap periode, maka karakteristik deformasi dari gunungapi dapat dianalisis.

Pemantauan deformasi secara kontinyu secara prinsip sama dengan pemantauan deformasi secara episodik, yang membedakannya hanya aspek operasional dari pemantauan. Dalam pemantauan deformasi secara kontinyu koordinat dari titik-titik GPS pada gunung api ditentukan secara real–time dan terus menerus dengan sistem yang disusun secara otomatis. Agar metode ini dapat dilakukan maka diperlukan komunikasi data antara titik-titik GPS pada gunung api dan stasiun pengamat.

Data yang dikumpulkan tiap survey selanjutnya diproses dan digabungkan dengan hasil pengolahan data survey sebelumnya untuk di analisis karakteristik deformasi yang terjadi pada gunungapi Batur yang diamati. Strategi pengamatan dan pengolahan data yang optimal merupakan salah satu sasaran utama penelitian, untuk memperoleh hasil yang baik.

Data GPS yang diambil untuk keperluan deformasi ini yaitu data phase dan data code GPS dari tipe Geodetik receiver GPS dual frekuensi (L1/L2), dengan lama pengamatan sekitar 10 sampai 24 jam. Desain jaring pengamatan yang digunakan yaitu desain jaring radial, dengan mengikatkan titik-titik pantau terhadap satu titik ikat (referensi) yang telah ditentukan di luar asumsi daerah yang kemungkinan mengalami deformasi.

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan dalam periode Mei 1999 sampai Februari 2001 terjadi proses inflasi pada tubuh Batur bagian baratdaya yang berdekatan dengan kawah aktif, yang ditunjukkan dengan pemendekkan dan pemanjangan baseline di beberapa pasangan titik pantau. Proses inflasi ini menunjukkan terjadinya peningkatan aktivitas gunung Batur. Selama periode tersebut, yaitu sekitar dua tahun, terjadi perubahan jarak datar dalam orde 1-3 cm. Setelah terjadi proses inflasi,selanjutnya terjadinya proses deflasi pada tubuh barat-daya dari Batur. Hal ini ditunjukkan dengan pola pemanjangan dan pemendekan baseline di beberapa pasangan titik pantau.

Sumber : http://geodesy.gd.itb.ac.id/?page_id=292


Gunung Batur Memiliki kaldera terbesar dan terindah di dunia



Pulau Bali memang memiliki sejuta keajaiban alam. Popularitas dan keelokan Pulau Dewata ini telah diakui di seluruh penjuru dunia. Ia tak cuma elok di kawasan dataran rendah.

Lebih dari itu, di dataran tinggi pun, terpancar keindahan yang tiada duanya. Cobalah perhatikan Gunung Batur yang secara administrasi berada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali.

Menurut Geolog ternama asal Belanda, Prof Dr Reinout Willem van Bemmelen (1904-1983), gunung api setinggi 1.717 meter di atas permukaan laut itu memiliki kaldera terbesar dan terindah di dunia.

Bemmelen tidak salah dengan ucapannya. Bukan apa-apa, setelah Gunung Batur meletus dahsyat untuk pertama kalinya, yakni sekitar 29.300 tahun silam, kaldera yang sangat besar terbentuk.

Tidak hanya itu. Pada letusan kedua, 20.150 tahun yang lalu, lagi-lagi terbentuk kaldera baru yang berada dalam kaldera pertama tadi dengan garis tengah sekitar 7 km.

Setelah itu, sejarah mencatat, sejak tahun 1804 sampai sekarang, Gunung Batur telah meletus sebanyak 26 kali. Menurut hasil survei, kaldera tersebut berukuran 13,8 km x 10 km.

Sementara itu, tinggi pematang kaldera berkisar antara 1.267 - 2.152 m. Kini, setelah letusan dahsyat tahun 1926 dan 1963, di kawasan kaldera bagian tenggara terdapat sebuah Danau Batur.

Danau terluas di Provinsi Bali tersebut terbentuk dari hasil lelehan lava pada dua letusan tersebut. Danaunya tergolong unik, dari atas berbentuk bulan sabit dengan ukuran panjang sekitar 7,5 km, lebar 2,5 km, keliling 22 km, dan luas 16 km2.

Perpaduan antara Danau Batur dan kaldera yang serasi inilah yang menobatkan Gunung Batur memiliki kaldera terbesar sekaligus terelok di dunia.

Membumihanguskan

Hampir seluruh permukaan gunung itu dibalut oleh batuan beku dari jenis basalt hasil pembekuan aliran lava. Bekas aliran lava itu tampak sangat berlimpah. Lava adalah magma yang mengalir keluar dari lubang atau celah di permukaan bumi kemudian membeku. Suhu magma itu berkisar 700 sampai 1.200 derajat Celsius.

Ketika magma itu keluar sebagai lava, suhunya turun menjadi 500 – 1.000 derajat Celsius. Jadi, jangan kaget, kalau lava ini membumihanguskan apa saja yang dilaluinya.

Hutan, ladang, kebun, dan rumah penduduk pun terbakar jika terkena lava. Ia baru membeku setelah beberapa hari atau beberapa minggu kemudian. Pada letusan dahsyat 2 Agustus 1926 misalnya, lava itu menimbun Desa Batur di lereng bagian tenggara.

Beruntung kecepatan lava itu sangat pelan sehingga penduduk dapat menyelamatkan diri. Lava itu baru membeku pada 2 September 1926. Peristiwa tersebut terulang lagi pada letusan 5 September 1963.

Leleran lava itu membanjiri sisi tenggara, selatan, dan barat Gunung Batur. Bencana menyeramkan itu baru berhenti setelah 9 bulan kemudian, tepatnya 10 Mei 1964.

“Saat ini, rekaman peristiwa yang menggetarkan itu meninggalkan bongkahan-bongkahan bebatuan berwarna hitam yang memenuhi kaki gunung di sebelah barat, barat daya, selatan, dan tenggara Gunung Batur,” ujar Dr Budi Brahmantyo, geolog asal Institut Teknologi Bandung.

Menurutnya, kedua letusan Gunung Batur itu telah menghasilkan dua jenis lava, yakni aa dan blocky. Lava aa adalah lava basalt yang agak kental. Karena kental, ia berjalan relatif lamban.

Bongkahan-bongkahannya terbalik-balik memperlihatkan bara apinya. Saat membeku, lava ini memperlihatkan sisa-sisa alirannya mengikuti lembah dan membentuk gundukan-gundukan memanjang.

Sementara itu, lava blocky sebenarnya mirip dengan lava aa namun ia lebih kental lagi. Blocky bersifat andesit karena kandungan silikanya lebih kaya daripada basalt.

Ketika membeku, ia cenderung memperlihatkan batuan masif dengan blokblok besar. Jika Anda mengamati dari Penelokan, Kintamani, bukit itu tampak sangat unik. Ia laksana pulau hijau di antara lava hitam.

Kini, setelah 46 tahun meletus, kedua lava tersebut melapuk dan mulai ditumbuhi semak belukar dan rumput-rumput di sela-sela batuannya. Sebagian lagi berubah menjadi tanah berpasir.

Namun di balik keindahan tersebut, berhati-hatilah ketika melewati hamparan lava tersebut. Betapa tidak, permukaannya kasar dan tajam-tajam. Kendati sol sepatu cukup tebal, endapan lava tersebut masih mampu menembus hingga kulit kaki Anda. Menjadi Berkah Selalu ada berkah di balik bencana dahsyat.

Itulah yang terjadi pada pascaletusan Gunung Batur. Kendati ladang, kebun, dan desanya terkubur lava, penduduknya pantang menyerah. Walaupun Pura Ulun Danu Batur itu nyaris terkubur oleh aliran lava, namun penduduk tak putus asa.

Dengan semangat baru, mereka membangun kembali pura tersebut. Hasilnya, Pura Ulun Danu dikenal sebagai pura terindah di Bali. Konon, pura ini dipersembahkan untuk menghormati Dewi Danu, yakni dewi penguasa air.

Keindahan pura ini tentu saja menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Lengkap sudah kawasan ini menjadi objek wisata andalan bagi Kabupaten Bangli.

Kawah, kaldera, danau, dan pura seolah menjadi magnet bagi para pelancong, baik di dalam maupun luar negeri. Para pendaki gunung juga sangat menikmatinya. Maklum, Gunung Batur memiliki tiga bagian trekking yang unik.

Pertama, terdiri dari sepertiga bagian perjalanan di bibir dan lereng dinding kawah selatan. Lalu, sepertiga bagian berikutnya melintasi batu karang berpasir hingga ke puncaknya di utara.

Sisanya, sepertiga bagian lainnya menuruni arah aliran lava beku sampai ke tepi Danau Batur. Masing-masing bagian itu memiliki keunikan pesona alam. Di samping itu, wisata budaya di Trunyan juga membangkitkan rasa keingintahuan bagi pengunjung.

Sebab, penduduknya memeluk Hindu asli warisan kerajaan Majapahit. Agama ini berbeda dengan pemeluk Hindu pada umumnya. Dalam menangani jenazah misalnya, mereka tidak mengubur atau membakar jasad tersebut.

Melalui upacara kematian yang rumit, jenazah itu diletakkan di bawah pohon. Bukan hanya sektor wisata yang menggeliat. Kegiatan pertanian di Bangli juga memberi berkah tersendiri.

Kesejahteraan masyarakat lokal membaik. Maklum, Kawasan Gunung Batur dan sekitarnya memiliki tanah yang subur, air bersih yang berlimpah, dan suhu yang nyaman. Kondisi ini sangat sesuai untuk kegiatan budidaya berbagai jenis komoditas pangan seperti sayur-sayuran.

Sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?p=367666854

Tidak ada komentar:

Posting Komentar